Di masa serba
modern ini telah banyak melahirkan pemikiran-pemikiran maupun inovasi-inovasi
baru dikalangan banyak orang. Tidak dapat dipungkiri pengaruh globalisasi
sangat berkembang pesat di dunia. Seperti cara seseorang berperilaku,
berpenampilan, maupun berkomunikasi. Tidak heran jika tidak lain tidak bukan
sesuatu tersebut sangat dikenal oleh kalangan mahasiswa. Yang identiknya
mahasiswa adalah seorang yang sangat peka terhadap masalah sekitar (social
control). Jika dikaitkan dengan masalah yang lagi hangat-hangatnya muncul di
lingkungan Universitas Brawijaya sekarang salah satunya untuk mahasiswi
(perempuan). Maka perlu nya kita pahami dan mengingat lagi tentang peranan
mahasiswa itu sendiri serta dirinya tentang keperempuanan. Berita yang sedang
hangat dibicarakan contohnya seperti kemaren yang sempat menghebohkan, mahasiswi
di UB yaitu adanya berita yang mengatakan ada salah satu mahasiswi UB yang
dibius oleh temannya sendiri. Namun ternyata, ia dijebak oleh teman
perempuannya (sebut saja si A) sendiri. Yakni korban di ajak main, lalu setelah
mereka bertemu korban dibius dimasukkan ke dalam sebuah mobil, mobil sang pacar
si A tersebut. Setelah itu korban dibawa ke tempat kost sang pacar
kemudian pelaku (sang pacar) melancarkan aksinya dengan melakukan tindakan
seksual kepada korban. Setelah beberapa jam kemudian, korban dibawa pulang
kembali ke tempat kost nya masih dalam keadaan pingsan. Dan si A dengan sang
pacar lantas pergi entah kemana. Namun setelah bangun dari ketidaksadarannya
karena dibius tadi, korban merasakan badan yang bengkak-bengkak. Kemudian
korban melarikan diri ke kantor polisi dan menceritakan kejadian tersebut.
Setelah para pelaku (si A dan pacar) ditangkap oleh pihak kepolisian, si A
mengaku bahwa ia melakukannya karena sang pacar sudah mengetahui
ketidakperawanannya lagi. Lalu sang pacar meminta si A mencarikan gadis perawan
sebagai pemuas seksnya. Karena si A mengaku akan di ancam oleh sang pacar,
sehingga si A buta dan gelap mata telah melakukan perbuatan yang keji semacam
itu.
Mengamati
kejadian tersebut, penulis berpendapat bahwa telah hilang dan luntur mahasiswa
dalam menerapkan dan mengimplementasikan 4 peranan mahasiswa dengan baik. Yang
sejatinya itu adalah mahasiswa sebagai Agent of Change, Iron Stock, Sosial
Control dan Moral Forces. Apalagi moral yang harusnya dicontohkan baik oleh
mahasiswa, akan tetapi perbuatan tercela yang dilakukannya telah menodai moral
tersebut. Perempuan seperti insan yang lemah dan mudah dijatuhkan. Apalagi
hampir 100% sedikit banyak perempuan menggunakan perasaan ketimbang logika.
Inilah yang harus dikontrol oleh para perempuan apalagi jika sekaligus
menyandang nama seorang mahasiswi. Saya sebagai mahasiswa sadar bahwa masa
depan bangsa ini ada di depan saya, pada kita, mahasiswa Indonesia. Tongkat
estafet perjuangan untuk membuat Indonesia lebih baik ada pada kita semua dan
kita harus menerimanya. Mahasiswa adalah agen perubahan dan harus mengamalkan
Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sebagai perempuan dan mahasiswa jangan mau
terjebak dengan memfokuskan diri untuk menjadikan diri sebagai kesenangan
belaka maupun nafsu sesaat. Indonesia butuh perempuan cerdas yang bisa
berkontribusi untuk bangsa dan perdamaian dunia.
Mahasiswi
pada masa kini, telah banyak menghilangkan sebuah pemahaman dirinya sebagai
seorang mahasiswa. Kemunduran peran mahasiswi ini, bisa disebabkan oleh faktor
internal maupun eksternal. Faktor internal itu bersumber dari dalam diri
mahasiswi itu, berkaitan dengan kurangnya motivasi maupun kesadaran dari dalam
jiwa. Serta mindsite yang mengatakan bahwa perempuan selalu dipandang lemah.
Sedangkan pada kali ini akan diungkapkan masalah eksternal, yaitu faktor yang
berasal dari luar tubuh seseorang seperti teman, pacar, serta pola kegiatan
yang dilakukan. Kecanggihan teknologi turut mensponsori turunnya minat baca
mahasiswi, karena kewajiban itu telah bergeser ke kebiasaan yang dirasa lebih
“menyenangkan” bagi mahasiswi, seperti kecanduan jejaring sosial, nge-rumpi,
seks dan sebagainya.
Solusi yang
mampu diberikan penulis ialah, Mahasiswi harus mampu menunjukkan bahwa mereka
adalah agen yang siap menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di dalam
diri jiwanya, serta mampu memberikan contoh yang baik sesama perempuan/generasi
lainnya, lingkungan sekitar, masyarakat dan siap memberikan gagasan cerah
dengan sikap optimisnya pada saat menghadapi suatu persoalan. Atau minimal,
mahasiswi harus jeli melihat sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai sebuah
permasalahan. Kebiasaan kebiasaan lama yang telah tergerus hendaknya kembali
dibangun, dengan mengurangi kegiatan kegiatan yang merugikan diri sendiri
dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, agar peran mahasiswa itu dapat tercapai.
Jangan bagikan apa
yang orang lain ceritakan. Tapi bagikan apa yang telah kita lakukan dan kita
terapkan. Sesuatu yang bernilai: untuk dibaca, untuk dibagikan, untuk ditautkan
dan sebagai sumber pembelajaran, dan Anda tidak perlu menunggu sampai tiba saat
yang sempurna! -Halimatus Sa’diyah-