Selasa, 09 Juni 2015

Makna Tulisan, dalam buku “DOMINASI PENUH MUSLIHAT

               
          Menulis adalah proses bertanggungjawab karena harus megambil keputusan dan menanggung resiko. Menulis adalah memutuskan untuk tidak lagi mengembara bersama gagasan-gagasan. Tulisan memaksa subyek untuk memilih satu konsep di antara banyak kemungkinan. Tulisan akan melahirkan kekecewaan atau kepuasan. Orang takut menulis atau tidak mampu menulis karena tidak menemukan konsep yang memadai. Membiarkan diri terbuai oleh keindahan fatamorgana gagasan-gagasan yang masih berkeliaran dalam kesadaran adalah menyenangkan karena tidak dituntut. Orang takut kecewa karena begitu gagasan-gagasan terpateri dalam tulisan, ternyata bisa tidak seindah ketika masih mengembara dalam bayangan.
          Malu karena tidak secanggih ketika masih dalam kesadaran. Ada orang yang cerdik bertutur-kata, tapi tidak bisa menulis. Prinsip kehancuran yang melekat pada tulisan (asumsi dekontruksi) semakin kentara bila tulisan tidak konsisten, logika rancu, pilihan kata tidak tepat. Tulisan sarat dengan sejarah, bisa menyingkap pengkhianatan gagasan dan bisa memergoki sikap ahistoris penulis. Dengan penelusuran semacam ini kelihatan bahwa filsafat tidak bisa direduksi hanya pada teori-teori atau tesis-tesis karena teks-teksnya tidak pernah langsung sekali ditulis. Ada proses yang harus dilewati: pemilihan kata, penggantian, koreksi, perpindahan, pembalikkan. Kesesatan logika tidak bisa ditutupi dengan improvisasi seperti dalam wicara. Kejernihan berfikir tercermin didalam pilihan kata, keteraturan gramatika dan urutan gagasan. Pembedaan antara penanda dan petanda tidak mampu lagi menjelaskan apa yang membuat teks menjadi teks (M.Goldschmit,2003:35).

          Tulisan membentuk teks. Dalam ucapan, menurut para pemikir idealis atau mereka yang masih dalam palungan metafisika, makna itu seakan melekat dengan maksud pewicara, makna identik dengan pemikiran dan kesadaran. La differance (bukan difference) manandai pembalikan dimana tulisan mengambil jarak terhadap ucapan/wicara karena dalam la differance tercipta jarak yang tertulis, yaitu huruf “a” yang tidak dapat didengar, yang lepas dari suara. Jarak ini mengingatkan bahwa tulisan adalah yang ditahan, yang belum pernah didengar oleh logocentrisme. La differance adalah sesuatu tang tak bisa dihadirkan oleh suara, karena ia itu bisu, diam, dimana-mana aktif, tidak hadir dimanapun (Derrida, 1972:6)

Tidak ada komentar: